Dugaan KKN Melanda Pemdes Mekarjaya

Minggu, 29 November 2020, November 29, 2020 WIB Last Updated 2020-11-29T13:01:43Z

 

Kantor Desa Mekarjaya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang. 

Subang, online-datapublik.com

Tindak pidana korupsi (Tipikor) ini tidaklah sama dengan tindak pidana lainnya. Tipikor merupakan sebuah kejahatan sangat luar biasa (extra ordinary crime). Disebut begitu lantaran dampaknya dapat  menimbulkan disparitas ekonomi bahkan krisis ekonomi secara nasional,  gagalnya pembangunan nasional,  kerugian keuangan negara/daerah/desa sehingga dapat menimbulkan kesengsaraan masyarakat luas.

Jika ada yang mengatakan bila penyakit Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sudah menjalar hingga ke tingkat pedesaan, fenomena itu memang telah lama berlangsung,hanya saja ada yang mencuat dan tidak ke permukaan.

Akan halnya dugaan perbuatan KKN itu, seperti dipertontonkan oknum Kepala Desa Mekarjaya, Kec.Compreng, Kab.Subang, Prov.Jawa Barat Dstri terkait dugaan penyelewengan penggunaan dana program Sapa Warga TA 2019 dan 2020 yang merupakan Bantuan Keuangan Pemprov.Jawa Barat (Banprov), sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa. 

Tak hanya itu Kades Mekarjaya juga dituding warga sebagai ‘Pencuri’, lantaran diduga telah melakukan pungli terkait biaya pembuatan Sertifikat massal yang jelas –jelas memungut biaya tanpa jelas payung hukumnya , meski dengan dalih telah dimusyawarahkan dengan warga.

Bisa dibayangkan bila pembuatan sertifikat massal melalui program Redistribusi ratusan bidang dikutip biaya  kisaran Rp.1,5 juta/ bidang bagi penduduk pribumi,sementara bagi penduduk guntai (diluar desa) seperti  desa Mangunjaya,Bodas, Bugis dipungut kisaran Rp.3,5 juta/bidang, maka uang haram itu bisa untuk memborong sejumlah mobil Avansa.

Hasil investigasi dan keterangan berbagai sumber dihimpun awak media menyebutkan, hinga saat ini menurut pengakuan sejumlah Ketua RW yang berhasil dihubungi (31/10) semuanya dari 5 Ketua RW belum pernah diberi  dana untuk pembelian Handphone Android, begitu juga uang pulsa Rp.300 ribu/6 bln/RW (TA 2019) dan sebesar Rp.600 ribu/12 bln/RW (TA 2020). “ Boro-boro uang pulsa, HP saja sampai detik ini kami belum terima, sementara di Desa-desa lain di wilayah Kecamatan Compreng ketika kami berbincang dengan mereka sudah pada terima, “ ujarnya.

Dari keterangan salah seorang RW yang tidak bersedia disebut jati dirinya, mengaku sudah pernah menemui dan menanyakan Kadesnya Dstri, kapan HP itu bisa sediakan , jawab Kades menjanjikan setelah panen MT Gadu ini. “ Iya dana program Sapa Warga, saya dipinjam dulu karena ada kepentingan pribadi yang sangat urgen, nanti diganti setelah panen Gadu ini” ujarnya menirukan ucapan Kades. 

Sedianya Banprov untuk pembelian HP Android pagunya Rp.1,3 juta/bh, dengan spesifikasi Layar Ponsel 7 Inci, memory dan RAMnya 2 GB dengan ROM 16 GB, koneksi jaringan  4G, LTE,HSDPA, Camera depan belakang.

Kades Mekarjaya Dastari ketika dikonfirmasi melalui surat tertulis Nomor : 26/DMK/Biro-Sbg/Konf/VIII/2020, Perihal wawancara Khusus/Konfirmasi, tidak berkenan memberikan penjelasan. Begitu pula ketika disinggung dugaan pungli program Sertifikat massal melalui WhatsApp hanya dibaca, tidak berkenan menanggapi.

Dikesempatan terpisah, Aktifis Lembaga Investigasi – Tindak Pidana Korupsi Aparatur Negara-RI (LI-TPKAN RI)) kab.Subang Udin Samsudin,S.Sos saat dimintai tanggapan di kantornya (28/11) sangat apresiatif. Pihaknya berjanji akan segera menelusuri kasus itu, setelah diperoleh data dan fakta hukum secara yuridis akan segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum.

Udin menilai, bahwa oknum-oknum yang terlibat bancakan dana program Sapa Warga dan biaya pembuatan Sertifikat  itu dikatagorikan perbuatan korupsi.

Perilaku Kades dan oknum yang terlibat itu bisa dijerat  UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU No 20 Tahun 2001, Jo Psl 3  bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,- dan paling banyak Rp.1.000.000.000,-.

Udin beranalisa bila dana program Sapa Warga TA 2019 sudah lewat tahun artinya dipastikan sudah dibuatkan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), sementara bentuk fisiknya belum dibelanjakan berarti SPJ-nya asli tapi palsu (aspal alias bodong). Perbuatan itu terancam dibui lantara membuat keterangan palsu. Udin lalu mengutip Psl 242, ayat (1) KUHP, Barangsiapa yang dalam hal peraturan undang-undang memerintahkan supaya memberi keterangan atas sumpah atau mengadakan akibat hukum pada keterangan tersebut, dengan sengaja memberi keterangan palsu atas sumpah, dengan lisan atau dengan surat, oleh dia sendiri atau oleh wakilnya yang ditunjuk untuk itu pada khususnya, dipidana penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Menurut pihaknya dalam suatu kesempatan Ka Kanwil BPN Prop.Jawa Barat saat itu, Sri Mujitono  mewanti-wanti, bila aparat BPN kabupaten/kota dan aparat Pemerintah Desa agar tidak melakukan pungutan yang memberatkan warga/peserta program. 

Bahkan seyogyanya bisa gratis bagi warga tak mampu, melalui subsidi Pemerintah Daerah, ataupun kebijakan Kepala Desa.

“ Warga yang ikut program dibebaskan dari biaya pengukuran, biaya panitia, biaya pendaftaran, dan transportasi petugas ukur, kecuali  peserta program dibebani biaya materai, patok dan biaya warkah dari desa,” ujar Sri Mujitono ditirukan Udin.

Melihat kondisi seperti ini, pihaknya mendesak aparat penegak hukum segera mengusut dan menyeret oknum yang terlibat hingga ke meja hijau.

Upaya tersebut, kata Udin merupakan hal yang urgen sebagai upaya penegakan supremasi hukum sebelum permasalahannya semakin meluas.

(Abh)





  

















Foto Kantor Desa Mekarjaya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang. 

Subang, Online-datapublik.com

Tindak pidana korupsi (Tipikor) ini tidaklah sama dengan tindak pidana lainnya. Tipikor merupakan sebuah kejahatan sangat luar biasa (extra ordinary crime). Disebut begitu lantaran dampaknya dapat  menimbulkan disparitas ekonomi bahkan krisis ekonomi secara nasional,  gagalnya pembangunan nasional,  kerugian keuangan negara/daerah/desa sehingga dapat menimbulkan kesengsaraan masyarakat luas.

Jika ada yang mengatakan bila penyakit Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sudah menjalar hingga ke tingkat pedesaan, fenomena itu memang telah lama berlangsung,hanya saja ada yang mencuat dan tidak ke permukaan.

Akan halnya dugaan perbuatan KKN itu, seperti dipertontonkan oknum Kepala Desa Mekarjaya, Kec.Compreng, Kab.Subang, Prov.Jawa Barat Dstri terkait dugaan penyelewengan penggunaan dana program Sapa Warga TA 2019 dan 2020 yang merupakan Bantuan Keuangan Pemprov.Jawa Barat (Banprov), sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa. 

Tak hanya itu Kades Mekarjaya juga dituding warga sebagai ‘Pencuri’, lantaran diduga telah melakukan pungli terkait biaya pembuatan Sertifikat massal yang jelas –jelas memungut biaya tanpa jelas payung hukumnya , meski dengan dalih telah dimusyawarahkan dengan warga.

Bisa dibayangkan bila pembuatan sertifikat massal melalui program Redistribusi ratusan bidang dikutip biaya  kisaran Rp.1,5 juta/ bidang bagi penduduk pribumi,sementara bagi penduduk guntai (diluar desa) seperti  desa Mangunjaya,Bodas, Bugis dipungut kisaran Rp.3,5 juta/bidang, maka uang haram itu bisa untuk memborong sejumlah mobil Avansa.

Hasil investigasi dan keterangan berbagai sumber dihimpun awak media menyebutkan, hinga saat ini menurut pengakuan sejumlah Ketua RW yang berhasil dihubungi (31/10) semuanya dari 5 Ketua RW belum pernah diberi  dana untuk pembelian Handphone Android, begitu juga uang pulsa Rp.300 ribu/6 bln/RW (TA 2019) dan sebesar Rp.600 ribu/12 bln/RW (TA 2020). “ Boro-boro uang pulsa, HP saja sampai detik ini kami belum terima, sementara di Desa-desa lain di wilayah Kecamatan Compreng ketika kami berbincang dengan mereka sudah pada terima, “ ujarnya.

Dari keterangan salah seorang RW yang tidak bersedia disebut jati dirinya, mengaku sudah pernah menemui dan menanyakan Kadesnya Dstri, kapan HP itu bisa sediakan , jawab Kades menjanjikan setelah panen MT Gadu ini. “ Iya dana program Sapa Warga, saya dipinjam dulu karena ada kepentingan pribadi yang sangat urgen, nanti diganti setelah panen Gadu ini” ujarnya menirukan ucapan Kades. 

Sedianya Banprov untuk pembelian HP Android pagunya Rp.1,3 juta/bh, dengan spesifikasi Layar Ponsel 7 Inci, memory dan RAMnya 2 GB dengan ROM 16 GB, koneksi jaringan  4G, LTE,HSDPA, Camera depan belakang.

Kades Mekarjaya Dastari ketika dikonfirmasi melalui surat tertulis Nomor : 26/DMK/Biro-Sbg/Konf/VIII/2020, Perihal wawancara Khusus/Konfirmasi, tidak berkenan memberikan penjelasan. Begitu pula ketika disinggung dugaan pungli program Sertifikat massal melalui WhatsApp hanya dibaca, tidak berkenan menanggapi.

Dikesempatan terpisah, Aktifis Lembaga Investigasi – Tindak Pidana Korupsi Aparatur Negara-RI (LI-TPKAN RI)) kab.Subang Udin Samsudin,S.Sos saat dimintai tanggapan di kantornya (28/11) sangat apresiatif. Pihaknya berjanji akan segera menelusuri kasus itu, setelah diperoleh data dan fakta hukum secara yuridis akan segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum.

Udin menilai, bahwa oknum-oknum yang terlibat bancakan dana program Sapa Warga dan biaya pembuatan Sertifikat  itu dikatagorikan perbuatan korupsi.

Perilaku Kades dan oknum yang terlibat itu bisa dijerat  UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU No 20 Tahun 2001, Jo Psl 3  bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,- dan paling banyak Rp.1.000.000.000,-.

Udin beranalisa bila dana program Sapa Warga TA 2019 sudah lewat tahun artinya dipastikan sudah dibuatkan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), sementara bentuk fisiknya belum dibelanjakan berarti SPJ-nya asli tapi palsu (aspal alias bodong). Perbuatan itu terancam dibui lantara membuat keterangan palsu. Udin lalu mengutip Psl 242, ayat (1) KUHP, Barangsiapa yang dalam hal peraturan undang-undang memerintahkan supaya memberi keterangan atas sumpah atau mengadakan akibat hukum pada keterangan tersebut, dengan sengaja memberi keterangan palsu atas sumpah, dengan lisan atau dengan surat, oleh dia sendiri atau oleh wakilnya yang ditunjuk untuk itu pada khususnya, dipidana penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Menurut pihaknya dalam suatu kesempatan Ka Kanwil BPN Prop.Jawa Barat saat itu, Sri Mujitono  mewanti-wanti, bila aparat BPN kabupaten/kota dan aparat Pemerintah Desa agar tidak melakukan pungutan yang memberatkan warga/peserta program. 


Bahkan seyogyanya bisa gratis bagi warga tak mampu, melalui subsidi Pemerintah Daerah, ataupun kebijakan Kepala Desa.

“ Warga yang ikut program dibebaskan dari biaya pengukuran, biaya panitia, biaya pendaftaran, dan transportasi petugas ukur, kecuali  peserta program dibebani biaya materai, patok dan biaya warkah dari desa,” ujar Sri Mujitono ditirukan Udin.


Melihat kondisi seperti ini, pihaknya mendesak aparat penegak hukum segera mengusut dan menyeret oknum yang terlibat hingga ke meja hijau.

Upaya tersebut, kata Udin merupakan hal yang urgen sebagai upaya penegakan supremasi hukum sebelum permasalahannya semakin meluas.

(Abh)





  






































Komentar

Tampilkan

Terkini