Bandung, Online_datapublik.com - Tramadol dan Hexymer merupakan jenis obat yang penggunaannya harus berada dibawah pengawasan dokter atau tenaga ahli kesehatan. Namun terkadang penggunaan kedua obat-obatan terlarang ini sering sekali disalahgunakan oleh banyak oknum tidak bertanggungjawab sebagai alat menciptakan halusinasi.
Untuk provinsi Jawa Barat, peredaran obat keras ini diperjualbelikan secara bebas dibeberapa toko kelontong maupun toko berkedok kosmetik. Omset yang didapat toko terhadap penjualan obat jenis ini sangat fantastis mencapai puluhan jutaan rupiah dalam sehari.
Hal ini yang diduga memicu kelompok bernama ‘BURHAN’ terbentuk dibeberapa wilayah seperti Bandung, Sumedang, Cimahi dan Soreang. Kelompok yang diduga mengkoordinir ratusan toko di wilayah Jawa Barat ini bertugas mengkondisikan toko-toko dapat mengedarkan obat-obatan.
Biasanya toko-toko berkedok ini berjualan dimulai sejak pagi hari, dimana banyak karyawan dan anak-anak sekolah bahkan anak di bawah umur juga mulai mengkonsumsi tanpa mereka tahu gimana effect kedepan tentang bahayanya mengkonsumsi obat terlarang tersebut. Obatnya dijual murah kisaran Rp4.000,- s/d Rp10.000,- untuk menjangkau pasar sampai kepada kalangan bawah.
Tramadol sendiri merupakan obat yang dapat digolongkan sebagai narkotika, karena obat ini termasuk dalam kelas obat agonis opioid.
Siapa dalang dibalik kelompok ‘BURHAN’ ?
BURHAN bukanlah nama seseorang melainkan sebuah kode atau sandi yang digunakan untuk menandai toko-toko yang masuk dalam konsorsium. Konsorsium ini ditandai dengan adanya stiker logo bergambar ‘Burung Hantu’ yang dikelola oleh beberapa orang ditiap-tiap wilayahnya.
Hasil investigasi dilapangan, didapati beberapa nama yang sering disebut oleh penjaga toko yang menjual obat keras jenis Tramadol dan Hexymer, seperti RMD untuk wilayah Sumedang dan Kabupaten Bandung, RK untuk wilayah Rancaekek dan sekitarnya, kemudian BG dan HRN untuk wilayah kota Bandung dan sekitarnya.
Dengan adanya pengelolaan yang diduga terstruktur, sistematis dan masif ini menyebabkan sulitnya aparatur penegak hukum untuk menyentuh kelompok-kelompok ini dalam jerat hukum. Perlunya keberanian dan kredibilitas yang tinggi untuk aparat dapat menindaklanjuti permasalahan darurat obat keras diwilayah Jawa Barat ini.
Selanjutnya, dukungan dari pemerintah daerah juga diperlukan untuk dapat memberantas peredaran Tramadol yang dapat digolongkan sebagai narkotika. Tidak hanya sampai disitu, peran BNN Provinsi Jawa Barat juga dibutuhkan dalam membantu Polri khususnya Polda Jawa Barat untuk menindaklanjuti peredaran Tramadol dan Hexymer.
Sinergisitas Aparatur Penegak Hukum (APH), Dinas Kesehatan, PJ Gubernur Jawa Barat bersama dengan para tokoh masyarakat dibutuhkan dalam memerangi peredaran obat-obatan keras Type G guna menciptakan Jawa Barat Juara Lahir Batin.
( red )