Penggunaan Anggaran Desa Karangsari Diduga Sarat Korupsi

Minggu, 29 Desember 2024, Desember 29, 2024 WIB Last Updated 2024-12-29T15:33:09Z


Subang, Online_datapublik.com
- Pemberantasan korupsi di negeri ini sepertinya masih menggantung di langit, bak mengepel lantai di bawah genting bocor, lantainya tak akan pernah kering, persisnya korupsi terus tumbuh subur.


Perilaku korupsi di negeri ini bukan lagi merupakan gejala, melainkan sudah akut dan merupakan bagian dari kehidupan dan kegiatan di hampir semua lini, baik di birokrasi, sosial, ekonomi, budaya dan tak terkecuali di bidang politik.


Hal tersebut tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi juga bisa menghancurkan perekonomian dan menyengsarakan rakyat, dan dalam skala lebih luas juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional sebagai akibat dari efek domino.


Fenomena ini seperti yang melanda di tubuh pemerintahan desa Karagsari Kecmatan Binong Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Dalam penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang bersumber dari Dana Desa (DD), BKUD/K (APBD-II Kabupaten Subang) Banprov (APBD-I Provinsi Jawa Barat), nyaris tak tersentuh oleh Inspektorat daerah ataupun Aparat Penegak Hukum (APH), sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa hingga mencapai ratusan juta rupiah.


Hasil investigasi dan keterangan sejumlah nara sumber menyebutkan, kegiatan yang diduga jadi ajang KKN di pemerintahan desa Karangsari diantaranya penyertaan modal BUMDES yang bersumber dari Dana Desa (DD) senilai puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah yang diperuntukkan untuk Simpan Pinjam dan Pendirian BRI-Link yang tidak jelas juntrungannya yang hingga kini tidak ada aktifitas.


Tak hanya itu, kegiatan yang dananya diduga jadi ajang bancakan pemerintahan desa Karangsari yaitu program multi year selama 5 tahun, dimulai sejak tahun 2019 hingga 2023 yang disebut dana Stimulan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Tigkat RT melalui BKK-BKUD yang diperuntukkan untuk 16 RT dan masing-masing RT mendapat Rp10 juta yang disalurkan secara bertahap selama kurun waktu 5 tahun. Namun program tersebut diduga tidak direalisasikan sepenuhnya sejak tahun 2021 hingga 2023 yang diperuntukan untuk 9 RT senilai Rp90 juta.


"Pada tahun-tahun awal dana itu dipergunakan untuk kegiatan fisik, dan setelah ada Covid-19 dilimpahkan ke usaha-usaha ekonomi masyarakat. Namun dalam prakteknya diduga tidak sepenuhnya mengucur kepada penerima manfaat (kelompok UMKM), entah hinggap dimana dananya," ujar nara sumber.


Masih kata nara sumber, dari sebanyak 16 RT, diperuntukan di Tahun Anggaran 2019 sebanyak 5 RT, Tahun Anggaran 2020 sebanyak 2 RT, Tahun Anggaran 2021, 2022 dan 2023, masing-masing 2 RT, 4 RT, 3 RT dan 2 RT.


Tujuan program ini, lanjut nara sumber, untuk memulihkan aktivitas dan produktivitas ekonomi bagi masyarakat ekonomi berpenghasilan harian di tingkat RT pada masa dan pasca pademi COVID-19 dalam upaya pemulihan ekonomi daerah. Sedangkan sasarannya adalah masyarakat tingkat RT pelaku ekonomi di lingkungan RT yang telah beropersional kegiatan usahanya dan terkena dampak dari pandemi Covid-19.


Penyimpangan berikutnya adalah keuangan hasil penjualan mobil siaga desa yang tidak jelas juntrungannya, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa.


Guna menghindari terjadinya penghakiman oleh media (Trial By the Press) sebagaimana belakangan-belakangan ini kerap dikeluhkan oleh nara sumber berita akibat kurangnya validasi informasi serta keterangan yang di terima, maka dipandang perlu untuk melakukan crosscheck/penelusuran langsung terhadap para pihak terkait dengan permasalahan yang ditemukan. Namun sayangnya Kepala desa Karangsari, Mulyati, saat dikonfirmasi melalui surat yang dikirim pada Agustus 2024 perihal permintaan konfirmasi dan klarifikasi tidak berkenan menanggapi.


Terkait terjadinya dugaan KKN yang melanda di pemerintahan desa Karangsari, pentolan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI), U. Samsudin, S.Sos, menyesalkan atas perilaku KKN oknum Kepala desa Karangsari yang dampaknya berpotensi merugikan keuangan Negara.


Menurut Udin saat dihubungi dikediamannya belum lama ini menyatakan, perbuatan dugaan KKN oknum kepala desa itu merupakan peristiwa pidana, sehingga Aparat Penegak Hukum (APH) tidak harus menunggu pengaduan, tetapi dapat mencokok langsung terduga pelakunya sepanjang terpenuhinya alat bukti.


“Kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum, bila kelak sudah diketemukan fakta-fakta yiridisnya secara lengkap," pungkasnya.


(Knn)

Komentar

Tampilkan

Terkini